Esie berasal dari Kalimantan, bagian Indonesia yang berada di pulau Borneo. Dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, Indonesia terkena dampak perubahan iklim yang sangat ekstrem - Indonesia semakin menjadi "dunia dalam bahaya". Karena itulah Esie memberi judul lagu yang sama dan menyerukan kepada dunia untuk memikirkan kembali dan mendesak semua insan untuk melakukan perubahan yang berkelanjutan di bumi kita - demi perlindungan, pelestarian, dan kesejahteraan semua kehidupan. Esie: "Meskipun sekarang saya sudah lebih dari 20 tahun tinggal bersama keluarga di Jerman, tetapi hati dan jantung saya selalu berdebar dan berdetak untuk tanah kelahiran saya di Kalimantan Barat. 17 Syarat Pembangunan Berkelanjutan yang dirangkum oleh PBB adalah menyangkut tentang kehidupan kita semua. Walaupun demikian, ada beberapa wilayah di dunia kita, di mana akibat dari tindakan sebagian orang yang tidak bertanggung jawab, sudah bisa dirasakan dampaknya yang lebih kuat daripada di Eropa Tengah. Dan sayangnya, Kalimantan termasuk ke dalam daerah-daerah tersebut di atas.
Esie comes from Kalimantan, the Indonesian part of the island of Borneo. Indonesia is affected by extreme climatic changes like hardly any other country - it is increasingly becoming a "world in distress" (Dunia Dalam Bahaya). In her song of the same name, Esie calls for an urgent rethink for sustainable change on our planet - for the protection, preservation and well-being of all life. She says: "Even though I now live in Germany with my family, my heart will always beat for my home country of Kalimantan. The 17 Sustainable Development Goals formulated by the United Nations concern us all. However, there are regions in our world where the effects of people's often irresponsible actions are already being felt more strongly than in Central Europe, for example. Unfortunately, Kalimantan is one of these regions.
Words and Music: Peter van Ham (GEMA) Indonesian adaptation: Esie Hanstein Lead and background vocals: Esie Hanstein Additional background vocals: Tara Louise All instrumental performances and programming, arrangement, production: Peter van Ham Recorded by Peter van Ham at Ham ‘n’ Eggs Music Studios, Frankfurt Esie's vocals recorded by Heinz Hess at Art of June Studios, Frankfurt Tara's vocals recorded by Tara Louise Benjamin at TBS, Los Angeles Final mix by Heinz Hess and Peter van Ham at Art of June Studios, Frankfurt Mastering by Scott Hull at Masterdisk, New York
Dikelilingi oleh gegap-gempitanya instrumen tradisional, penyanyi Esie mempromosikan pengimplementasian 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dari PBB di negara asalnya, Indonesia! Calung dan Gender (metalofon) dari Jawa dan Bali, alat musik gesek Sape dan Sasando dari Kalimantan dan Nusa Tenggara, Angklung dari Jawa Barat, serta gong-gong yang tersebar luas di seluruh Indonesia dan dikenal sebagai bagian dari orkestra gamelan, membentuk paduan alunan suara yang mempesona sebagai pesan dan permohonan Esie kepada setiap insan di dunia untuk menyelamatkan dan melestarikan tanah tumpah darahnya serta lebih banyak keadilan di dunia. Kerangka visual video ini disediakan oleh rekaman arsip dari Indonesia pada tahun 1920-an hingga 1940-an dan lukisan-lukisan yang luar biasa indahnya yang diciptakan oleh arsitek terkenal Paulus Budi Yanto dari Pontianak, Kalimantan Barat. Hanya dengan beberapa tarikan garis tanpa keraguan serta ketulusan hati, Paul menunjukkan kehidupan keseharian masyarakat biasa, arsitektur tradisional serta keindahan dan keanekaragaman pulaunya. Dia langsung bersedia bekerjasama dengan proyek ini dan dengan senang hati menyediakan karya-karya seninya sebagai kontribusi untuk pelestarian alam dan juga sebagai motivasi untuk pembangunan berkelanjutan dalam segala bidang.
Surrounded by a firework of traditional instruments, Indonesian singer Esie promotes the implementation of the 17 Sustainable Development Goals of the United Nations in the world! Calung bamboo xylophones and gendèr metallophones from Java and Bali, sape and sasando string instruments from Kalimantan and Nusa-Tenggara, angklung bamboo pipes from West Java, and the gongs known from gamelan orchestras all over Indonesia form the sound carpet for Esie's passionate pleading message for the preservation of her island home and more justice in the world. The visual framework of the video is provided by archive footage from Indonesia from the 1920s to the 1940s and special drawings by the architect Paulus Budi Yanto from Pontianak/ Kalimantan. In a few clear strokes he shows the daily life of ordinary people, the traditional architecture and also the beauty and diversity of his island. He was immediately enthusiastic about this project and gladly made his artwork available as a contribution to the preservation of nature and as a motivation for sustainable development in all areas.
Words and Music: Peter van Ham (GEMA) Indonesian adaptation: Esie Hanstein Lead and background vocals: Esie Hanstein All instrumental performances and programming, arrangement, production: Peter van Ham Guitars: Tilmann Höhn Recorded by Peter van Ham at Ham ‘n’ Eggs Music Studios, Frankfurt Esie's vocals recorded by Heinz Hess at Art of June Studios, Frankfurt Final mix by Heinz Hess and Peter van Ham at Art of June Studios, Frankfurt Mastering by Scott Hull at Masterdisk, New York